Tuesday 17 February 2015

Pesan Terindah

"Aku tak tahan lagi..."

Kata terakhir yang aku katakan sejak kami terakhir kali bertelepon.
Aku tak tahu sebesar apa efek dari kata-kataku itu. Tapi jujur, aku yang biasa tak begitu mengubris omongan orang-orang yang kuanggap teman itu kali ini termakan omongan busuk nan kosong mereka.
Aku termakan emosi sesaatku.

Sesaat setelah aku memutuskan sambungan telepon kami dengan egoisnya, dapat ditebak, dia menelepon balik berpuluh-puluh kali. Dan aku yang bodoh, mengabaikannya dan lebih memilih mematikan telepon genggamku sambil menangis tolol.

Esok paginya aku terbangun dengan perasaan campur aduk, dengan jantung berdegup tak karuan aku membuka kembali telepon genggamku. Banyak telepon tak dijawab masuk, pesan singkat sampai pesan suara. Aku yang masih tersulut api emosi itu memilih menghapus semuanya dan bertindak seolah-olah tidak menerima pesan singkat apapun.

Sampai hari petang, aku menerima sebuah pesan elektronik dari dia berupa sebuah video.
Kala itu aku yang sudah tak terlalu tolol lagi pun membuka video yang dikirimkannya padaku.

Dan ternyata isi video itu adalah dia yang sedang mengatakan sesuatu,

"Cinta perlu diperjuangkan. Mungkin terdengar sangat klasik.
Tapi sebenarnya cinta itu memang harus kuperjuangkan."

Aku menonton video itu dalam diam, sampai aku mendengar suara yang sama mengatakan sesuatu yang sama percis dengan isi  video itu dari belakangku,

"Karena aku tak ingin kehilangan kamu."

Aku yang terkejut dengan segera berbalik, tak dapat menahan air mataku, aku langsung memeluknya erat.
Aku terisak di dalam pelukannya, merasakan hangatnya pelukannya, pelukan yang sudah lama aku rindukan.

"Maafkan aku. Aku, aku."
"Shhh." jawabnya sembari memeluku semakin erat, "Aku sedang sibuk memperjuangkan cinta."

Flash Fiction ini ditulis untuk mengikuti program Simulasi Kompetisi Menulis
3b ...berhadiah 2 tiket PP + voucher menginap di hotel berbintang BALI dariwww.nulisbuku.com dan www.tiket.com

LDR

LDR.

"Loe kok mau sih LDR-an?"

"Loe ga takut dia selingkuh?"

"Belum nikah aja uda jadi Bang Toyib apalagi nanti."


Sering sekali teman-temanku mengucapkan hal-hal seperti itu di depan mukaku. Aku agak muak sebenarnya saat mereka dengan terang-terangannya berbicara seperti itu.
Jujur, aku memang sedikit iri dengan mereka yang dapat bermalam minggu bersama si dia.
Sedangkan aku?
Malam minggu dilewati dengan menatap layar komputer ataupun berbicara lewat sambungan telepon.

"Aku rindu." Ungkapku suatu malam.
"Keluarlah, lihatlah ke atas. Apa langit yang kau lihat penuh bintang?"
"Iya." Jawabku bingung.
"Langit di sini juga begitu."


Teman-temanku tak akan pernah mengerti seberapa pentingnya pertemuan kami.
Mereka tak akan mengerti perjalanan cinta kami, di mana kami akan menunggu suatu hari bersama. Menunggu-nunggu saatnya bertemu, saat melepas rindu.
Justru karena inilah, kita akan lebih menikmati momen kebersamaan kami.
Setiap hembusan nafasnya, naik turunnya suaranya.... Perubahan suaranya.
Bagaimana aku akan setiap malam membayangkan rupanya sekarang.
Justru karena kejarangannya kami bertemu akan mendekatkan hubungan kami lebih lebih.

Flash Fiction ini ditulis untuk mengikuti program Simulasi Kompetisi Menulis
3b ...berhadiah 2 tiket PP + voucher menginap di hotel berbintang BALI dariwww.nulisbuku.com dan www.tiket.com